Selasa, 23 Juli 2013

Rosulullah, Penutup Para Nabi


Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi yang ada dan tidak ada nabi sesudahnya. Sabda Rasulullah saw: “Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku adalah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan, kemudian ia memerintahkan dan mempercantik bangunan tersebut, kecuali satu tempat batu-bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan bertkata :  Amboi, jika batu-bata ini diletakkan ? Akulah batu-bata itu, dan aku adalah penutup para Nabi.“ (HR bukhari dan Muslim )

Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad dan dakwah para Nabi terdahulu berjalan atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmin ( penyempurnaan) sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dakwah para Nabi didasarkan apda dua asas. Pertama aqidah, kedua : Syari’at dan akhlak. Aqidah mereka sama, dari Nabi Adam as sampai kepada Nabi penutup para Nabi (Muhammad saw). Esensi aqidah mereka adalah iman kepada Allah. Mensucikan-Nya dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak lagi bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, neraka dan surga. Setiap Nabi mengajak kaumnya untuk mengimani semua perkara tersebut. Masing-masing dari mereka datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya. Sebagai kabar gembira akan bi’tsah Nabi sesudahnya. Demikianlah bi’tsah mereka saling sambung menyambung kepada berbagai kaum dan umat. Semuanya membawa satu hakekat yang diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia, yaitu dainunah Lillahi wahdah ( tunduk patuh kepada Allah semata ). Inilah yang dijelaskan Allah dengan firman-Nya :

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu : tegakkanlah agama, dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS Asy-Syura : 13)

Tidak mungkin akan terjadi perbedaan aqidah di antara dakwah-dakwah para Nabi, karena masalah aqidah termasuk ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak mungkin akan berbeda antara satu pengabar dengan pengebar lainnya. Jika kita yakini kebenaran khabar yang dibawanya.

Dalam masalah syari’at yaitu penetapan hukum yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat dan pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara dan jumlah antara satu Nabi dengan Nabi lainnya. Karena syari’at termasuk dalam kategori insya’ bukan ikhbar, sehingga berbeda dengan masalah aqidah. Selain itu perkembangan jaman dan perbedaan ummat dan kaum akan berpengaruh terhadap perkembangan syari’at dan perbedaannya. Karena prinsip penetapan hukum didasarkan pada tuntunan kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat. Di samping bi’tsah setiap Nabi sebelum Rasulullah saw adalah khusus bagi ummat tertentu, bukan untuk semau manusia. Maka hukum-hukum syari’atnya hanya terbatas pada ummat tertentu, sesuai dengan kondisi ummat tersebut.

Seperti kisah Nabi Musa as yang diutus kepada bani Israil. Sesuai dengan kondisi bani Israil pada waktu itu. Mereka memerlukan syari’at yang ketat yang seluruhnya didasarkan atas azas ‘azimah bukan rukhshah. Setelah beberapa kurun waktu, diutuslah Nabi Isa as, kepada mereka dengan membawa syari’at yang agak longgar, bila dibandingkan dengan syari’at yang dibawa oleh Nabi Musa. Seperti dijelakan dalam firman Allah saw melalui Isa as yang ditunjukkan kepada Bani Israil :
„ ... Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu ... „ (QS Ali Imran: 50)

Nabi Isa as menjelaskan kepada mereka, bahwa menyangkut masalah-masalah aqidah, ia hanya membenarkan apa yang telah tertera di dalam kitab Taurat, menegaskan dan memperbaharui dakwah kepadanya. Tetapi menyangkut masalah syari’at  dan hukum halal haram, maka ia telah ditugaskan untuk mengadakan beberapa perubahan dan penyederhanaan, dan menghapuskan sebagian hukum yang pernah memberatkan mereka.

Sesuai dengan ini, maka bi’tsah setiap Rasul membawa Aqidah dan syari’at. Dalam masalah aqidah, tugas setiap Nabi tidak lain hanyalah menegaskan kembali aqidah yang sama yang pernah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, tanpa perubahan atau perbedaan sama sekali. Dalam masalah syari’at, maka syari’at setiap Rasul menghapuskan syari’at sebelumnya, kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh syari’at yang datang kemudian, atau didiamkannya. Ini sesuai dengan madzhab orang yang mengatakan : Syari’at sebelum kita adalah syari’at bagi kita (juga) selama tidak ada (nash) yang dapat menghapuskan.

Dari uraian di atas, jelas tidak ada apa yang disebut orang dengan Adyan Samawiyah (agama-agama langit ) Yang ada adalah Syari’at-syari’at Smawiyah (langit), di mana setiap syari’at yang baru menghapuskan syari’at sebelumnya, sampai datang syari’at terkahir yang dibawa oleh penutup para Nabi dan Rasul. Ad-Dienul Haq hanya satu, Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya, dan memerintahkan manusia untuk tunduk (dainunah) kepadanya, sejak Nabi Adam as sampai Mauhammad saw.

Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Nabi Ya’kub diutus dengan membawa Islam , Firman Allah :
Dan tiada ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang-orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya dia di akherat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh. Ketika Rabbnya berfirman kepadanya : Tunduk patulah! Ibrahim menjawab : Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’kub ( Ibrahim berkata ), “Hai anak-anakku ! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu maka janganlah kami mati kecuali dalam memeluk Islam”. (QS al-Baqarah 130-132)

Nabi Musa as diutus kepada Bani Israil juga dengan membawa Islam. Firman Alah tentang tukang-tukang sihir Fir’aun :
Ahli sihir itu menjawab :“Sesungguhnya kepada Rabb kamilah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami”. (Mereka berdo’a) Wahai Rabb kami, limpahkanlah kesebaran kepada kami, dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)”. (QS al-A’raf : 126)

Demikian pula Nabi Isa as. Ia diutus dengan membawa Islam. Firman Allah swt :
Maka ketika Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil), berkatalah dia ,“Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama Allah)? Maka hawariyyin (sahabat-sahabat setia ) menjawab :“Kamilah  penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada-Nya, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim”. ( QS Ali Imran , 3:52)
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Musa as menganut aqidah yang berbeda dari aqidah Tauhid yang dibawa oleh para Nabi ? Mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Isa as meyakini aqidah lain ?

Jawaban atas pertanyaan ini terdapat di dalam firman Allah swt :
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab, kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada ) adi antara mereka .....” (QS Ali Imran :19)

Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Rabbmu dahulunya (untuk menangguhkan siksa) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka al-Kitab ( taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar dalam keraguan yang mengguncangkan tentang kitab itu.” (QS Asy-Syura : 14)

Dengan demikian semau Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama di sisi Allah. Para ahli kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka juga mengetahui bahwa para Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama yang diutusnya. Mereka (para Nabi) tidak pernah berbeda dalam masalah aqidah. Tetapi para ahli Kitab sendiri berpecah belah dan berdusta atas nama para Nabi, kendatipun telah datang pengetahuan tentang hal itu kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah di atas.


Minggu, 21 Juli 2013

Rahasia dipilihnya Jazirah Arabia Sebagai Tempat Kelahiran dan Pertumbuhan Islam

Pada waktu itu dunia dikuasai oleh dua negara adidaya yaitu Persia dan Romawi, kemudian menyusul India dan Yunani. Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan. Di antaranya adalah Zoroaster yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara falsafahnya adalah mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya atau saudaranya. Sehingga Yazdasir II yang memerintah pada pertengahan abad kelima Masehi mengawini anak perempuannya. Belum lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak yang beraneka ragam sehingga tidak bisa disebutkan di sini. Di persia juga terdapat ajaran Mazdakia, yang menurut Imam Syahrustani , didasarkan  filsafat lain, yaitu menghalalkan wanita, membolehkan harta dan menjadikan manusia sebagai serikat seperti perserikatan mereka dalam masalah air, api dan rumput. Ajaran ini memperoleh sambutan luas dari kaum pengumbar hawa nafsu.

Sedangkan Romawi telah dikuasi sepenuhnya oleh semengat kolonialisme. Negeri ini terlibat pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan petualangan (naif) demi mengembangkan agama kristen,dan mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya yang serakah. Negara ini pada waktu yang sama tak kalah bejatnya dari Persia. Kehidupan nista, kebejatan moral dan pemerasan ekonomi telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, akibat melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak.

Akan halnya Yunani maka negeri ini sedang tenggelam dalam lautan khurafat dan mithos-mithos verbal yang tidak pernah memberikan manfaat. Demikian pula India , sebagaimana dikatakan oleh ustadz Abul Hasan an-Nadawi, telah disepakai oleh para penulis sejarahnya, bahwa negeri ini sedang berada pada puncak kebejatan dari segi agama, akhlak ataupun sosial. Masa terebut bermula sejak awal abad keenam Masehi. India bersama negara tetangganya berandil dalam kemerosotan moral dan sosial.

Disamping itu harus diketahui bahwa ada satu hal yang menjadi sebab utama terjadinya kemerosotan , keguncangan dan kenestapaan pada ummat-ummat tersebut, yaitu peradaban dan kebudayaan yang didasarkan pada nilai-nilai materialistik semata, tanpa ada nilai-nilai moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut kejalan yang benar. Akan halnya peradaban berikut segala implikasinya dan penampilannya , tidak lain hanylaah merupakan sarana dan instrumen, Jika pemegang sarana dan instrumen tidak memiliki pemikiran dan nilai-nilai moral yang benar, maka peradaban yang ada di tangan mereka akan berubah menjadi alat kesengsaraan dan kehancuran. Tetapi jika pemegang memilikipemikiran yang benar, yang hanya bisa diperoleh melalu wahyu Ilahi, maka seluruh nilai peradaban dan kebudayaan akan menjadi sarana ang baik badi kebudayaan yang berbahagia penuh dengan rahmat di segala bidang.

Sementara itu, di jazirah Arabia hidup dengan tenang, jauh dari bentuk keguncangan tersebut. Mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolhean dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi, yang mendorong mereka melakukan ekspansi kengera-negara tetangga. Mereka tidak memiliki filosofi dan dialetika Yunani yang menjerat mereka menjadi bangsa mithos dan khurafat. Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain, masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.

Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu. Karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan, dan alam fitrahnya yang pertama. Akibatnya mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Kemudian mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan dan membangkitkan peperangan di antara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Kondisi inilah yang diungkapkan oleh Allah dengan dhalil ketika mensifati dengan firman-Nya :
"Dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat“ 
(QS al-Baqarah , 2 :198)

Suatu sifat apabila dinisbatkan kepad kondisi ummat-ummat lain pada waktu itu, lebih banyak menunjukkan kepada I’tidzar (excuse) dari pada kecaman, celaan, damn hinaan kepada mereka. Ini dikarenakan ummat-ummat lain tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan terbesar dengan „bimbingan“ sorot peradaban , pengetahuan dan kebudayaan. Mereka terjerembab ke dalam kubang kerusakan dengan penuh kesadaran, perencanaan, dan pemikiran.

Di samping itu jazirah Arabia seara geografis terletak di antara ummat-ummat yang sedang dilanda pergolakan. Bila diperhatikan sekarnag seperti dikatakan oleh ustadz Muahammad Mubarak, maka akan diketahui betapa jazirah Arabia terletak di antara dua peradaban, Pertama peradaban barat Materialistik yang telah menyajikan suatu bentuk kemanusiaan yang tidak utuh dan kedua peradaban Spiritual penuh dnegan khayalan di ujung timur , seperti ummat-ummat yang hidup di India, Cina dan sekitarnya. ....

Jika telah kita ketahui kondisi bangsa Arab di jazrah Arab sebelum Islam dan kondisi ummat-ummat lain di sekitarnya maka dengan mudah kita dapt menjelaskan hikmah Ilahiyah yang telah berkenan menentukan jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran Rasulullah saw dan kerasulannya dan mengapa bangsa Arab ditunjuk sbagai generasi perintis yang membawa cahaya dakwah kepada dunia menuju agama Islam yang memerintahkan seluruh manusia di dunia ini agar menyembah kepada Allah semata. Jadi bukan seperti dikatakan oleh sebagian orang yang karena pemilikan agama batil dan peradaban palsu , sulit diluruskan dan diarahkan oleh sebab kebanggaan mereka terhadp kerusakan yang mereka lakukan dan anggapan mereka sebagai sesuatu yang benar. Sedangkan orang-orang yang masih hidup di masa pencarian , mereka tidak akan mengingkari kebodohan dan tidakakan membanggakan peradaban dan kebudayaan yang tidak dimilikinya.

Dengan demikian mereka lebih mudah disembuhkan dan diarahkan. Kami tegaskan bukan hanya ini semata yang menjadi sebab utamanya, karena analisis seperti ini akan berlaku bagi orang yang kemampuannya terbatas, danorang yang memiliki potensi. Analisis seperti tersebut di atas membedakan antara yang mudah dan yang sulit, kemudian diutamakan yang pertama dan dihindari ynag kedua, karena ingin menuju jalan kemudahan dan tidak menyukai jalan kesulitan. 

Jika Allah menghendaki terbitnya dakwah Islam ini dari suatu tempat, yaitu Persia , Romawi atau India, niscaya untuk keberhasilan dakwah ini Allah swt, mempersiapkan berbagai sarana di negeri tersebut, sebagaimana Dia mempersiapkan sarana di jazirah Arabia. Dan Allah tidak akan pernah kesulitan untuk melakukannya, karena Dia Pencipta segala sesuatu, Pencipta segala sarana termasuk sebab. Tetapi hikmah pilihan ini sama dengan hikmah dijadikannya Rasululah saw seorang ummi, tidak bisa menulis dengan tangan kanannya, menurut istilah Allah, dan tidak pula membaca, agar manusia tidak ragu terhadp kenabiannya, dan agar mereka tidak memiliki banyak sebab keraguan terhadap dakwahnya. Termasuk kesempurnaan hikmah Ilahiyah, jika bi’ah (lingkungan) tempat diutusnya Rasulullah, dijadikan juga sebagai bi’ah ummiyah (lingkungan yang ummi), bila dibandingkan dengan ummat-ummat lainnya ynag ada disekitarnya, yakni tidak terjangkau sama sekali oleh peradaban-peradaban tetangganya. Demikian pula sistem pemikirannya, tidak tersenuth sama sekali oleh filsafat-filsafat membingungkan yang ada di sekitarnya. Seperti halnya akan timbul keraguan di dada manusia apabila mereka melihat Nabi saw seorang terpelajar dan pandai bergaul dengan kitab-kitab, sejarah ummat-ummat terdahulu dan semua peradaban negara-negara sekitarnya. Dan dikhawatirkan pula akan timbul keraguan di dada manusia manakala melihat munculnya dakwah Islamiyah di antara 2 ummat yang memiliki peradaban budaya dan sejarah seperti Persia, Yunani ataupun Romawi. Sebab orang ynag ragu dan menolak mungkin akan menuduh dakwah Islam sbagai mata rantai pengalaman budaya dan pemikiran-pemikiran filosof yang akhirnya melahirkan peradaban yang unik dan perundang-undangan yang sempurna.

Al-Quran telah menjelaskan hikmah ini dengan ungkapan yang jelas. Firman Allah :
"Dialah yang mengutus kepada kaum ynag ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mereka diajar akan kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan ynag nyata."
(QS al-Jumu’ah ,: 2)

Allah telah menghendaki Rasul-Nya seorang yang ummi dan kaum di mana Rasul ini diutus juga kaum secara mayoritas ummi, agar mu’jizat kenabian dan syari’at Islamiyah menjadi jelas di jalan pikiran, tiadk ada penghamburan antara dakwah Islam dengan dakwah-dakwah manusia yng bermacam-macam. Ini sebagaimana nampak jelas, merupakan rahmat yang besar bagi hambah-Nya. Selain itu ada pula hikmah-hikmah yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencarinya , antara lain :
  1. Sebagainana telah diketahui Allah menjadikan Baitul-Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman ( 2:125 ) dan rumah ynag pertama kali dibangun bagi mausia untuk beribadah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah bapak para Nabi, Ibrahim As, di lembah tersebut. Maka semua itu merupakan kelaziman dan kesempurnaan, jika lembah yang diberkati ini juga menjadi tempat lahirnya dakwah Islam yang notabene, adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pemungkas para Nabi. Bagaimana tidak, sedangkan dia termasuk keturunan Nabi Ibrahim as. 
  2. Secara geografis jazirah Arabia sangat konduktif untuk mengemban tugas dakwah seperti ini. Karena jazirah ini terletak , sebagaimana telah kami sebutkan , di bagian tengah ummat-ummat yang ada di sekitarnya. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara di sekitarnya berjalan dengan gampang dan lancar. Bila kita perhatikan kembali sejarah dakwah Islam pada permulaan Islam dan pada masa pemerintahan para Khalifah yang terpimpin, niscaya akan mengakui kebenaran hal ini.
  3. Sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk  menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam, dan media langsung untuk menterjemahkan Kalam Allah dan penyampaiannya kepada kita. Jika kita kaji karakteristik semua bahasa lalu kita bandingkan antara satu dengan lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Maka, sudah sepatutnya jika bahasa Arab dijadikan bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjurzu dunia.

Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk Memahami Islam

Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang menarik. Karena  itu, tidak sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana kajian tentang sejarah hidup salah seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah silam.

Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap Muslim memperoleh gambaran tentang hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehiduapn Nabi Muhammad saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah Nabawiyah hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Isam secara utuh dalam keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.

Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beebrapa sasaran berikut ini :       

  1. Memahami pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celah-celah kehidupan dan kondisi-kondisi yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa Rasulullah saw bukan hanya seorang yang terkenal genial di antara kaumnya , tetapi sebelum itu beliau adalah seorang Rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu dan taufiq dari-Nya. 
  2. Agar manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut seluruh aspek kehidupan yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman kehidupannya. Tidak diragukan lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe ideal ) mengenai salah satu aspek kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di dala kehiduapn Rasulullah saw secara jelas dan sempurna. Karena itu, Allah menjadikannya qudwah bagi seluruh manusia.Firman Allah: „Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ...“ QS al-Ahzab : 21
  3. Agar manusia mendapatkan , dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu yang dapat membawanya untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab, banyak ayat-ayat al-Quran yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwa-peristiwa ynag pernah dihadapi Rasulullah saw dan disikapinya. 
  4. Melalui kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian banyak tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik menyangkut aqidah, hukum ataupun akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa kehiduapn Rasulullah saw  merupakan gambaran yang konkret dari sejumlah prinsip dan hukum Islam
  5. Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki contoh hidup menyangkut cara-cara pembinaan dan dakwah. Adalah Rasulullah saw seorang da’i pemberi nasehat dan pembina yang baik, yang tidak segan-segan mencari cara-cara pembinaan yang pendidikan terbaik selama beberapa periode dakwahnya.

Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw cukup untuk memenuhi semua sasaran ini adlah bawah seluruh kehidupan beliau mencakup seluruh aspek sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang aktif.
 
Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baiks ebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum dan juga kerabatnya, ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan segala kemampuan utnuk menyampaikan risalahnya. Juga sebagai kepala negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, sebagai panglima perang ang mahir, sebagai negarawan ynag pandai dan jujur, dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan secara imbang antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan keluarga dan sahabatnya dengan baik. Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya menampakkan aspek-aspek kemanusiaan ini secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang paling sempurna dan terbaik.

Rabu, 05 Juni 2013

Sepucuk Surat Untuk Jiwa yang Tersembunyi


BISMILLAH...

Kita awali semuanya dengan saling sapa....
Kemudian saling bertanya nama dan asal...
Berlalu hari -hari itu, hingga kita saling mengenal...

Lalu..

Entah mengapa ada sesuatu rasa yang hadir..
Rasa yang sulit untuk diungkapkan...
Rasa yang mungkin hanya engkau dan aku yang mengerti...


Ada rasa kekhawatiran ketika kita  tak saling menyapa...
Tak saling memberi kabar...
Mungkin karena hati - hati kita sudah terpaut dalam satu rasa...

Getar - Getar Cinta...

Ya..getar -getar cinta itu kini telah hadir..
Getar cinta dalam ukhuwah...
Getar cinta yang sulit di ungkapkan dengan kata-kata..

Ukhuwah yang kita bangun bukanlah sebuah hubungan biasa..
Ukhuwah ilallah...
hanya mengharap redha Alloh semata..
Itulah janji kita...
Dengan tujuan dan kecintaan yang sama pada Ad Dien ini..

Hingga dahulu, jiwa -jiwa kita tak saling mengenal...
Asing dan entah darimana kini berikrar dalam satu janji ukhuwah..
Berharap kan satu kemuliaan yang tersirat dalam sebuah hadits...

Dalam sebuah riwayat Rosulullah SAW bersabda;Di sekitar Arsy-Nya ada menara - menara dari cahaya..Wajah-wajah merekapun bercahaya..Mereka bukan para Nabi & Syuhada...Sehingga...Para Nabi & Syuhada pun iri pada mereka...Ketika para shabat bertanya...siapakah mereka..?R asululloh menjawab...Mereka adalah orang - orang yang saling mencintai karena Alloh..Dan saling bersahabat karena Alloh...Serta saling silaturrahim karena Alloh. (HR. Tirmidzi)

Tanpa saling menatap,...
Kita saling merindukan..
Rindu yang berujung pada sebuah asa...
Asa yang mengusik dalam jiwa ini...
Asa akan sebuah pertemuan kelak dengan mu..

Jikalau bukan di dunia ini, semoga kelak kita...
Dipertemukan dalam majelis yang lebih indah...
Bersama  dikumpulkan di dalam majelis Rosululloh...
Sang Qudwah kita...

Surabaya, 17 Maret 2013

~ ACIL ~
~ KURCACI KECIL ~

Kaderisasi Membentuk Generasi Robbani

Dalam sebuah kajian KH. Zainudin Mz. mengatakan “Hal apa yang harus dipersiapkan untuk membuat sebuah gedung?” Mayoritas dari jama’ah menjawab bahwa yang dipersiapkan pertama kali adalah uang atau bahan-bahannya. Sebenarnya jawaban tersebut kurang tepat. Karena hal terpenting yang harus dipersiapkan adalah orangnya, tentu yang ahli dalam membangun gedung. Jika semua bahan tersedia dengan baik, namun orangnya tidak ahli, tentu hasil gedung tersebut tidaklah bagus. Begitu pun kehidupan masyarakat, tanpa adanya orang atau kader yang unggul tidak akan tercapai tujuan dengan baik. Kader yang unggul ini dapat dibentuk melalui kaderisasi yang optimal.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa kaderisasi adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110). Kalimat tersebut adalah kalimat Allah, dimana Allah SWT berjanji memberikan penghargaan kepada siapa saja bagi hambanya yang melakukan ketiga perbuatan diatas sebagai “umat yag terbaik yang dilahirkan untuk manusia”.
Kaderisasi sangat diperlukan melihat perkembangan zaman generasi Islam kini yang dihadapkan kepada banyak persoalan dan masalah yang kompleks. Perkembangan media informasi teknologi dan pengaruh budaya barat semakin mengikis akidah dan moral umat Islam saat ini. Hal ini menjadi ancaman yang sangat serius terhadap generasi Islam di Indonesia. Melihat kondisi ini diperlukan suatu pengkaderan untuk menciptakan generasi Islam yang tangguh, kuat serta bermoral mulia diharapkan dapat mengurangi dampak tersebut dengan melahirkan generasi Rabbani.

Kaderisasi memang diperlukan sejak dini, peran orang tua dalam keluarga merupakan wadah kaderisasi pertama dalam pembentukan kepribadiaan yang baik, yang tangguh, kuat serta bermoral mulia. Apabila  dalam keluarga telah dilakukan kaderisasi dengan baik, maka sudah terbiasa mengimplementasikan nilai-nilai yang berlandaskan Islam. Tentu suatu perubahan tidak akan efektif jika dilakukan sendiri atau dalam lingkup yang terlalu kecil, maka perlulah dilakukan kaderisasi sumber daya insani dalam masyarakat yang berlandaskan syariat Islam untuk tahapan selanjutnya. Kaderisasi dapat dilakukan dalam kelompok-kelompok, maupun kepada masayarakat umum melalui lewat training, diskusi, atau melalui media seperti buku, bulletin, majalah, blog, dan lain-lain guna mencapai tujuan dakwah dan tarbiyah secara maksimal.

Dalam mencapai tujuan yang maksimal tentu diperlukan alur kaderisasi yang matang dan dapat membentuk calon-calon penerus yang berkualitas dari organisasi tersebut dan mencetak mujahid-mujahid Islam yang nantinya akan diterjunkan dan menyebarkan penerapan kehidupan berbasis syariat Islam. Tidak hanya dalam bidang keilmuan (fikriyah), dalam kaderisasi juga harus mengupgrade rohani (ruhiyah) dan jasmani (jasadiyah) agar terbentuk kader-kader yang militan dan bukan orang-orang yang oportunis.
Dalam masyarakat, peran kita sebagai mahasiswa sangat lah penting. Siapa lagi yang akan menjadi generasi penerus bangsa pemimpin Negara kalau bukan kita? Tidak dipungkiri bahwa kaderisasi tidak lepas dari peran organisasi-organisasi kemahasiswaan, yang bertujuan mempelajari ilmu islam secara kaffah. Mahasiswa bertugas menyebarkan ilmu yang mereka dapat dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengkaderan di lingkungan kampus diharapkan akan memunculkan bibit-bibit yang berlandaskan syariat Islam yang dapat lebih berperan aktif dalam menciptakan sumber daya insani yang siap menjawab tantangan zaman.


Setiap umat islam bertanggungjawab dalam membangkitkan kembali sistem peradaban islam. Pengkaderan sumber daya insani di tengah masyarakat merupakan sarana membangkitkan kembali generasi Rabbani yang berlandaskan syariat Islam. Pengkaderan mampu memberikan dorongan semangat bagi pemuda dalam generasi selanjutnya untuk  melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Pelaksanaan kaderisasi memanglah sangat penting, baik sebagai orang tua, organisasi, maupun masyarakat. Kita berkewajiban ntuk menjaga, membina dan merajut generasi Islam agar menjadi generasi Islam yang tangguh, kuat dan berjiwa militan di masa depan dan inilah yang kita sebut sebagai generasi rabbani. Dengan adanya kaderisasi diharapkan para pemuda calon pemimpin masa depan senantiasa mengajarkan dan belajar, melakukan perubahan, dalam aktivitas dakwah dan tarbiyah, dalam kebersamaan yang saling menjaga dan menguatkan dalam kehidupan.

Surabaya, 9 Mei 2013




~ ACIL ~
~ Sang Kurcaci Kecil ~