Jumat, 31 Mei 2013

KARTINI : BENARKAH EMANSIPASI TAUKAH MUSLIMAH SEJATI ?

Ibu kita kartini,Putrisejati,Putri Indonesia,Harum namanya
Ibu kita kartini , pahlawan bangsa
Pahlawan kaumnya, untuk  merdeka....

Mari kita coba renungkansejenak, bagaimanakah sosok seorang Kartini, ketika mendengarlagu tersebut?
DuapuluhSatu April adalah tanggal kelahiran Kartini dan bangsa Indonesia mengabadikanya sebagaitonggak sejarah kelahiran seorangwanita Indonesia yang dengankegigihanya memperjuangkan kaum hawa di bumi Indonesia. Dan perlu diketahui, ada satu hal penting yang tak jarang disembunyikandalam catatan sejarah, yaitu usahaKartini untuk mempelajari Islam dan mengamalkannya, namun lagi-lagi sejarah dunia seolah ingin mengubur kisah Kartini yangkembali kepada Islam sesungguhnya“Ingin benar saya menggunakangelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah, Abdullah.” (Surat Kartini kepada Ny.Abendanon, 1 Agustus 1903). Sosok Kartini justru banyak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kampanyeemansipasi, yaitumendorong kaum wanita agar diperlakukan sederajat dengan kaum pria, hal ini wajar melihat beberapa surat Kartini yang cenderung pluralis danriberalis, parahnya pemikiran ini terblowupsecara membabi buta tanpa ada lanjutan kisah sejaranya ketika beliaukembali mengkaji Islam.

Semakin berkembangnya zaman, emansipasi mirip sajadengan liberalisasi dan feminisasi. Sementara Kartini sendiri sesungguhnya mulaimeninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya, yaitu menjadiseorang wanita sholehah. Jangan salahkan Kartini apabila beliau tidak dapatlepas dari pengaruh pendidikan baratnya. Namunsebenarnya Kartini sudahberusaha untuk mendobrak.Yang perlu kita cermati adalah mereka yang terlanjur menyalahartikan“Door Duisternis Tot Licht” menjadi “habis gelap terbitlah terang yang secara nyata slogan ini juga dipakai olehpara Fremason, padahal Prof. Haryati Soebadio (cucu tiriIbu Kartini) mengartikan kalimat “Door Duisternis Tot Licht” dengan arti lain “DariGelap Menuju Cahaya” tidak lain adalah merupakan inti dari dakwah Islamyang artinya: membawa manusia dari kegelapan (jahiliyah) menuju yang terangbenderang (hidayah atau kebenaran Ilahi), sebagaimana firman-Nya:”Allahpemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapankepada cahaya. Dan orang-orang kafir pemimpinnya adalah syaitan, yangmengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan. Mereka itu adalah penghunineraka; mereka kekal didalamnya” (QS. Al-Baqarah : 257). Lagi-lagi dalam kasus ini sejarah berperan cukup penting.

Kartini ingin menjadi Muslimah sejati, meskipun Kartini yangdikungkung oleh adat dan dituntun oleh Barat. Suatu ketika Kartini belajar mengaji (membaca Al-Quran),guru mengajinya marah karena beliau menanyakan tentang makna kata-kataAl-Quran yang dibacanya ( ada beberapa sejarah yangmenyebutkan bahwa hal ini memicu Kartiini untuk lebih memeprdalam Pruralis,karena ketidak puasnya dalm belajar Islam saat itu). Kartinitermasuk sosok wanita cerdas, ia terus mencoba mencari makna Al-Qur’an lewat Al-Quran terjemahan berbahasaJawa, Kartini menemukan dalam surat Al-Baqarah: 257, bahwa Allah-lah yangmembimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minazh-Zhulumaatiilan Nuur). Dalam banyak suratnya sebelum wafat, Kartini banyak sekalimengulang-ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. Karena Kartiniselalu menulis suratnya dalam bahasa Belanda, maka kata-kata ini diaterjemahkan dengan “Door Duisternis Tot Licht”.Setelah Kartini mengenalIslam sikapnya terhadap Barat mulai berubah, bahkan Kartini bertekad untukmemenuhi panggilan surat Al-Baqarah:193, berupaya untuk memperbaiki citra Islamselalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah.

Orang sering menjuluki Kartini sebagai pejuangemansipasi wanita. Benarkah? Berikut adalah salah satu surat Kartini: “Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan,bukansekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi sainganlaki-lakidalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akanpengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakapmelakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalamtangannya:menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [SuratKartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].Saat Kartini menjadiisteri, ia menjelma sebagai bidadari dunia yang hadirnya menyejukkan mata.Kepatuhannya terhadap suami, penjagaan kesuciannya dari fitnah karenakelalaiannya, menjadi obor bagi ketentraman rumah tangganya.

Inilah gagasan Kartini yang sebenarnya, namunkenyataannya sering diartikan secara sempit dengan satu kata: emansipasi.Sehingga setiap orang bebas mengartikan semaunya sendiri.Pada dasarnya, Kartini ingin berjuang di jalan Islam. Tapi karena pemahamannya tentangIslam belum menyeluruh, maka Kartini tidak mengetahui panjangnya jalan yangakan ditempuh dan bagaimana cara berjalan di atasnya.Namun Kartini berjuangseorang diri, dengan segala keterbatasan. Ali bin Abi Thalib menegaskan: “Kebenaranyang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”.


Surabaya,  10 April 2013




~~ACIL~~
~~Kurcaci Kecil~~

KURCACI KECIL DAN STABILITAS EMOSI

Lagi-lagi kesibukan Berorganisasi membuat saya menjadi seseorang yang agak kurang mampu untuk membagi pikiran ke dalam hal lain, makan tidak nyaman, tidur  tidak nyenyak, minum pun juga tidak terasa serta kuliahpun semakin tidak  jelas, menjadi pemicu emosi deh...  Tapi entah kenapa badan ini tetap saja subur (ceileeeeeeh).  

Mungkin sangat jelas ya, jika dalam pressure yang tinggi, emosi kita sangat tidak stabil, bercanda  sedikitpun bisa menjadi satu bahan yang mampu memancing emosi untuk segera keluar. Namun, kita sebagai orang muslim juga sangat dianjurkan untuk menjaga emosi kita, amarah tidak boleh dituruti begitu saja, karena itu semua adalah godaan yang diberikan oleh syaitan.

Ketika emosi sudah mulai muncul hendaklah berwudhu dan menunaikan sholat atau membaca Al Quran. Itulah salah satu obat mujarab yang bisa menghilangkan emosi. Berbicara mengenai Al Quran sungguh luar biasa kitab umat Islam ini, sangatlah lengkap dan memang itulah pedoman umat manusia yang ada di mula bumi ini. Dalam Al Quran kita juga diperintah untuk menahan amarah,  dalam surat Ali Imran 134, yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik pada waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran [3]: 134)”.

Berkenaan dengan  marah seperti yang saya singgung diatas, Islam tidak hanya memerintahkan umatnya untuk menahannya. Lebih dari itu, syariah juga mengajarkan metode untuk meredakan kemarahan.
Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api, sementara api bisa dipadamkan oleh air. Karena itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah, hendaklah dia berwudhu (HR Abu Dawud dari Athiyah)”.

Perasaan emosi tentu sangat  manusiawi. Apalagi kepada orang yang berbuat salah dan jahat kepada kita. Akan tetapi, Islam mengajarkan bahwa tidak sepatutnya seorang Muslim melampiaskan kemarahannya. Apalagi pelampiasan kemarahan itu dapat mengantarkan pelakunya menabrak ketentuan syariah. Menahan marah jauh lebih baik dari pada melampiaskannya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu saat ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Untuk meminta nasihat. Beliau pun bersabda, “Lâ taghdhab (Jangan marah)!” Ketika pertanyaan itu diulangi, Beliau pun memberikan jawaban yang sama. Dengan demikian menahan marah merupakan akhlak terpuji yang diperintahkan oleh Alloh. Sebagai balasannya, pelakunya dijanjikan mendapat pahala yang amat besar. Begitulah Islam memandang amarah, sangat perlu dihindari, karena apabila kita terlena sedikit pun akan berakibat fatal.

 “Kegagalan kita untuk memaafkan, kesediaan kita untuk mengakui dendam, adalah penerimaan tentang batas. Setelah itu adalah doa. Pada akhirnya kita akan tahu bahwa kita bukan hakim yang terakhir, . . . . . Sungguh Alloh Maha Mengetahui.”


Surabaya,  29 Januari 2013



~~ACIL~~
Sang Kurcaci Kecil