Pada waktu itu
dunia dikuasai oleh dua negara adidaya yaitu Persia dan Romawi, kemudian
menyusul India dan Yunani. Persia adalah ladang subur berbagai
khayalan (khurafat) keagamaan dan filosof yang saling bertentangan. Di
antaranya adalah Zoroaster yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara falsafahnya
adalah mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya atau
saudaranya. Sehingga Yazdasir II yang memerintah pada pertengahan abad kelima
Masehi mengawini anak perempuannya. Belum lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak
yang beraneka ragam sehingga tidak bisa disebutkan di sini. Di persia juga terdapat ajaran
Mazdakia, yang menurut Imam Syahrustani , didasarkan filsafat lain, yaitu menghalalkan wanita,
membolehkan harta dan menjadikan manusia sebagai serikat seperti perserikatan
mereka dalam masalah air, api dan rumput. Ajaran ini memperoleh sambutan luas
dari kaum pengumbar hawa nafsu.
Sedangkan Romawi telah dikuasi
sepenuhnya oleh semengat kolonialisme. Negeri ini terlibat pertentangan agama ,
antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan
kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan petualangan (naif) demi
mengembangkan agama kristen,dan mempermainkannya sesuai dengan keinginan hawa
nafsunya yang serakah. Negara ini pada waktu yang sama tak
kalah bejatnya dari Persia. Kehidupan nista, kebejatan moral dan pemerasan
ekonomi telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, akibat melimpahnya
penghasilan dan menumpuknya pajak.
Akan halnya Yunani maka negeri ini
sedang tenggelam dalam lautan khurafat dan mithos-mithos verbal yang tidak
pernah memberikan manfaat. Demikian pula India , sebagaimana
dikatakan oleh ustadz Abul Hasan an-Nadawi, telah disepakai oleh para penulis
sejarahnya, bahwa negeri ini sedang berada pada puncak kebejatan dari segi
agama, akhlak ataupun sosial. Masa terebut bermula sejak awal abad keenam
Masehi. India bersama negara tetangganya berandil dalam kemerosotan moral dan
sosial.
Disamping itu harus diketahui bahwa
ada satu hal yang menjadi sebab utama terjadinya kemerosotan , keguncangan dan
kenestapaan pada ummat-ummat tersebut, yaitu peradaban dan kebudayaan yang
didasarkan pada nilai-nilai materialistik semata, tanpa ada nilai-nilai moral
yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut kejalan yang benar. Akan
halnya peradaban berikut segala implikasinya dan penampilannya , tidak lain
hanylaah merupakan sarana dan instrumen, Jika pemegang sarana dan instrumen
tidak memiliki pemikiran dan nilai-nilai moral yang benar, maka peradaban yang
ada di tangan mereka akan berubah menjadi alat kesengsaraan dan kehancuran.
Tetapi jika pemegang memilikipemikiran yang benar, yang hanya bisa diperoleh
melalu wahyu Ilahi, maka seluruh nilai peradaban dan kebudayaan akan menjadi
sarana ang baik badi kebudayaan yang berbahagia penuh dengan rahmat di segala
bidang.
Sementara itu, di jazirah Arabia
hidup dengan tenang, jauh dari bentuk keguncangan tersebut. Mereka tidak
memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan
pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolhean dan
kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki
kekuatan militer Romawi, yang mendorong mereka melakukan ekspansi
kengera-negara tetangga. Mereka tidak memiliki filosofi dan dialetika Yunani
yang menjerat mereka menjadi bangsa mithos dan khurafat. Karakteristik mereka seperti bahan
baku yang belum diolah dengan bahan lain, masih menampakkan fitrah kemanusiaan
dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang
mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Hanya saja mereka tidak memiliki
ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu. Karena mereka
hidup di dalam kegelapan, kebodohan, dan alam fitrahnya yang pertama. Akibatnya
mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Kemudian
mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta
kekayaan dengan alasan kedermawanan dan membangkitkan peperangan di antara
mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Kondisi inilah yang diungkapkan oleh
Allah dengan dhalil ketika mensifati dengan firman-Nya :
"Dan sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat“
(QS al-Baqarah , 2
:198)
Suatu sifat apabila dinisbatkan
kepad kondisi ummat-ummat lain pada waktu itu, lebih banyak menunjukkan kepada
I’tidzar (excuse) dari pada kecaman, celaan, damn hinaan kepada mereka. Ini
dikarenakan ummat-ummat lain tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan
terbesar dengan „bimbingan“ sorot peradaban , pengetahuan dan kebudayaan.
Mereka terjerembab ke dalam kubang kerusakan dengan penuh kesadaran,
perencanaan, dan pemikiran.
Di samping itu jazirah Arabia seara
geografis terletak di antara ummat-ummat yang sedang dilanda pergolakan. Bila diperhatikan sekarnag seperti
dikatakan oleh ustadz Muahammad Mubarak, maka akan diketahui betapa jazirah
Arabia terletak di antara dua peradaban, Pertama peradaban barat Materialistik
yang telah menyajikan suatu bentuk kemanusiaan yang tidak utuh dan kedua
peradaban Spiritual penuh dnegan khayalan di ujung timur , seperti ummat-ummat
yang hidup di India, Cina dan sekitarnya. ....
Jika telah kita ketahui kondisi
bangsa Arab di jazrah Arab sebelum Islam dan kondisi ummat-ummat lain di
sekitarnya maka dengan mudah kita dapt menjelaskan hikmah Ilahiyah yang telah
berkenan menentukan jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran Rasulullah saw dan
kerasulannya dan mengapa bangsa Arab ditunjuk sbagai generasi perintis yang
membawa cahaya dakwah kepada dunia menuju agama Islam yang memerintahkan
seluruh manusia di dunia ini agar menyembah kepada Allah semata. Jadi bukan seperti dikatakan oleh
sebagian orang yang karena pemilikan agama batil dan peradaban palsu , sulit
diluruskan dan diarahkan oleh sebab kebanggaan mereka terhadp kerusakan yang
mereka lakukan dan anggapan mereka sebagai sesuatu yang benar. Sedangkan
orang-orang yang masih hidup di masa pencarian , mereka tidak akan mengingkari
kebodohan dan tidakakan membanggakan peradaban dan kebudayaan yang tidak
dimilikinya.
Dengan demikian mereka lebih mudah
disembuhkan dan diarahkan. Kami tegaskan bukan hanya ini semata yang menjadi
sebab utamanya, karena analisis seperti ini akan berlaku bagi orang yang
kemampuannya terbatas, danorang yang memiliki potensi. Analisis seperti tersebut di atas
membedakan antara yang mudah dan yang sulit, kemudian diutamakan yang pertama
dan dihindari ynag kedua, karena ingin menuju jalan kemudahan dan tidak
menyukai jalan kesulitan.
Jika Allah menghendaki terbitnya
dakwah Islam ini dari suatu tempat, yaitu Persia , Romawi atau India, niscaya
untuk keberhasilan dakwah ini Allah swt, mempersiapkan berbagai sarana di
negeri tersebut, sebagaimana Dia mempersiapkan sarana di jazirah Arabia. Dan
Allah tidak akan pernah kesulitan untuk melakukannya, karena Dia Pencipta
segala sesuatu, Pencipta segala sarana termasuk sebab. Tetapi hikmah pilihan ini sama
dengan hikmah dijadikannya Rasululah saw seorang ummi, tidak bisa menulis
dengan tangan kanannya, menurut istilah Allah, dan tidak pula membaca, agar
manusia tidak ragu terhadp kenabiannya, dan agar mereka tidak memiliki banyak
sebab keraguan terhadap dakwahnya. Termasuk kesempurnaan hikmah
Ilahiyah, jika bi’ah (lingkungan) tempat diutusnya Rasulullah, dijadikan juga
sebagai bi’ah ummiyah (lingkungan yang ummi), bila dibandingkan dengan
ummat-ummat lainnya ynag ada disekitarnya, yakni tidak terjangkau sama sekali
oleh peradaban-peradaban tetangganya. Demikian pula sistem pemikirannya, tidak
tersenuth sama sekali oleh filsafat-filsafat membingungkan yang ada di
sekitarnya. Seperti halnya akan timbul keraguan
di dada manusia apabila mereka melihat Nabi saw seorang terpelajar dan pandai
bergaul dengan kitab-kitab, sejarah ummat-ummat terdahulu dan semua peradaban
negara-negara sekitarnya. Dan dikhawatirkan pula akan timbul keraguan di dada
manusia manakala melihat munculnya dakwah Islamiyah di antara 2 ummat yang
memiliki peradaban budaya dan sejarah seperti Persia, Yunani ataupun Romawi.
Sebab orang ynag ragu dan menolak mungkin akan menuduh dakwah Islam sbagai mata
rantai pengalaman budaya dan pemikiran-pemikiran filosof yang akhirnya
melahirkan peradaban yang unik dan perundang-undangan yang sempurna.
Al-Quran telah menjelaskan hikmah
ini dengan ungkapan yang jelas. Firman Allah :
"Dialah yang
mengutus kepada kaum ynag ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mereka diajar akan kitab dan
hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan ynag
nyata."
(QS al-Jumu’ah ,: 2)
Allah telah menghendaki Rasul-Nya
seorang yang ummi dan kaum di mana Rasul ini diutus juga kaum secara mayoritas
ummi, agar mu’jizat kenabian dan syari’at Islamiyah menjadi jelas di jalan
pikiran, tiadk ada penghamburan antara dakwah Islam dengan dakwah-dakwah
manusia yng bermacam-macam. Ini sebagaimana nampak jelas, merupakan rahmat yang
besar bagi hambah-Nya. Selain itu ada pula hikmah-hikmah
yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencarinya , antara lain :
- Sebagainana telah diketahui Allah menjadikan Baitul-Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman ( 2:125 ) dan rumah ynag pertama kali dibangun bagi mausia untuk beribadah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah bapak para Nabi, Ibrahim As, di lembah tersebut. Maka semua itu merupakan kelaziman dan kesempurnaan, jika lembah yang diberkati ini juga menjadi tempat lahirnya dakwah Islam yang notabene, adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pemungkas para Nabi. Bagaimana tidak, sedangkan dia termasuk keturunan Nabi Ibrahim as.
- Secara geografis jazirah Arabia sangat konduktif untuk mengemban tugas dakwah seperti ini. Karena jazirah ini terletak , sebagaimana telah kami sebutkan , di bagian tengah ummat-ummat yang ada di sekitarnya. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara di sekitarnya berjalan dengan gampang dan lancar. Bila kita perhatikan kembali sejarah dakwah Islam pada permulaan Islam dan pada masa pemerintahan para Khalifah yang terpimpin, niscaya akan mengakui kebenaran hal ini.
- Sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam, dan media langsung untuk menterjemahkan Kalam Allah dan penyampaiannya kepada kita. Jika kita kaji karakteristik semua bahasa lalu kita bandingkan antara satu dengan lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Maka, sudah sepatutnya jika bahasa Arab dijadikan bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjurzu dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar